Na Willa by Reda Gaudiamo | Book Review



Hola! Aku kembali dengan review buku middle grade yang aku baca untuk baca bareng Neverland Book Club. Setelah melewati kejadian yang tidak terduga, akhirnya aku bisa membaca dan menyelesaikan buku yang sudah masuk ke dalam wishlistku cukup lama. Bersyukur banget buku ini terpilih untuk kegiatan baca bareng bulan Mei (meskipun aku vote buku middle grade lain yang sudah aku punya agak lama sih) karena kalau tidak ada tantangan membaca, buku-buku di wishlist dan TBR akan menumpuk di daftar itu selamanya, sementara si pembuat daftar sibuk menambah judul buku-buku baru dan dalam waktu bersamaan bingung mau membaca buku apa.

 

Length                               : 113 pages

Date released                    : September 1, 2012

Date read                          : May 26, 2023

Goodreads rating             : 4.43

My rating                         : 4.50

Keywords                        : middle grade, slice of life, friendship, family, school, realistic fiction

Where to read                  : physical book


BLURB

"Si kecil Na Willa tinggal di sebuah gang di Surabaya, di rumah dengan pohon cemara di depannya. Ia menghabiskan hari dengan berlari mengejar kereta bersama Dul (walau ia selalu tertinggal), pergi ke pasar bersama Mak, melewati bapak penjual anak ayam kuning, atau memikirkan bagaimana orang bisa nyanyi-nyanyi di dalam radio.

Buku ini berisi catatan-catatan Na Willa tentang dunia yang dilihat dari kacamatanya, di sebuah masa ketika dari radio terdengar lagu-lagu Lilis Suryani dan kasur kapuk dijemur lalu dipukul dengan rotan."


BUKU FISIK


Cover dari buku ini adalah jenis cover yang kadang aku suka, kadang tidak. Aku suka jenis cover doff seperti ini karena tidak merepotkan saat akan difoto di luar ruangan. Kurang sukanya karena gampang terlihat kotor, seperti bercak minyak di tangan bakal menempel di sana. Model covernya yang model lipat yang somehow adalah cover yang aku suka. Aku tidak dapat bookmark dari buku ini, mungkin memang tidak ada. Di dalamnya ada ilustrasi menggemaskan yang membantu pembaca membayangkan kejadian yang diceritakan Na Willa.

 

AKHIRNYA BISA BACA

Seperti yang aku sebutkan sebelumnya, buku ini aku baca untuk ikut baca bareng Neverland Book Club bulan Mei. Karena aku sedang tidak ingin pakai scribd, aku memutuskan untuk baca buku fisiknya aja meskipun penasaran dengan versi bahasa Inggrisnya. Aku pesan buku ini di e-commerce, tapi proses pengemasan dan pengiriman cukup lama, sehingga baru datang saat mendekati deadline baca bareng. Ternyata waktu aku buka paketnya, buku yang dikirim salah, padahal aku sudah memilih buku pertama bercover merah, tapi yang dikirim malah yang cover hijau. Mau melakukan proses pengembalian barang juga kayaknya kelamaan, akhirnya aku biarkan saja, dan pesan dari tempat lain, toh aku juga berencana baca buku selanjutnya dari seri Na Willa ini. Kali ini pesananku sudah betul, meskipun waktu baca yang tersisa hanya 2 hari.

 

MY THOUGHTS

Dalam waktu sehari aku bisa menyelesaikan buku Na Willa ini karena memang halamannya sekitar 113-an saja, dan gaya penulisannya menyesuaikan gaya berbicara Na Willa yang masih seusia TK sehingga lebih cepat dibaca dibandingkan buku anak lainnya. Membaca buku ini terasa seperti sedang mendengarkan cerita seorang anak, bahasanya sederhana, polos dan hampir tidak ada kalimat panjangnya. Menurutku, kalimat yang pendek-pendek ini kadang bikin bingung, mungkin karena aku terbiasa baca kalimat yang lebih panjang yang bisa dibaca dengan cepat, sehingga membaca buku ini seperti mengingatkanku untuk baca lebih santai.

Aku sempat mengecek sampel versi bahasa Inggris, di mana kalimat bahasa Jawa yang ada di buku ini juga ada catatan untuk terjemahan kalimatnya. Untuk versi bahasa Indonesia tidak ada terjemahan kalimat bahasa Jawa yang ada di dalam bukunya. Karena aku juga berbicara bahasa Jawa, aku bisa memahami kalimatnya. Namun, aku jadi penasaran bagaimana dengan pembaca yang tidak mengerti bahasa Jawa.

Isi dari buku ini adalah kisah keseharian Na Willa, anak perempuan yang menurut aku penuh rasa ingin tahu, cerdas dan lucu, yang tinggal di rumah di sebuah gang. Banyak hal yang dia ceritakan kepada pembaca mengenai apa yang dia inginkan, teman-teman bermainnya, kebiasaan orang-orang di wilayah tempat tinggalnya, kejadian baru yang dia alami, hingga hal-hal random di rumah seperti radio dan boneka. Mungkin bakal muncul gambaran betapa santainya buku ini dan mungkin kepikiran kayaknya ga ada pesan yang ingin disampaikan penulis. Oh tentu tidak, banyak hal yang ditunjukkan di buku ini mulai dari identitas, bibit rasisme sejak anak-anak, perbedaan cara mengajar dari sekolah yang berbeda, hingga hal-hal yang membuat aku mengingat masa lalu terutama bagaimana ibu Na Willa menghadapi tingkah putrinya.

Bagian Mak mengajari Na Willa membaca terutama sangat mengingatkanku pada masa anak-anak. Kalau Mak punya cara sendiri untuk mengajar, ibu aku bakal membuat bentuk abjad dari kain busa tipis sisa membuat kerajinan tangan. Aku suka banget abjad buatan ibu yang rapi dan berwarna-warni. Entah usia berapa aku bisa membaca, yang jelas aku punya rasa ingin tahu yang besar terutama isi buku-buku yang dimiliki ayah dan ibu, sehingga semangat Na Willa di buku ini untuk belajar sangat bisa relate dengan aku yang belum sekolah itu.

Ilustrasi yang muncul di buku ini juga cocok banget dengan gaya penulisan (gaya bicara) Na Willa, sehingga keberadaan ilustrasi ini sangat membantu dan menghibur juga terutama saat menggambarkan kejadian yang membuat tertawa.

Mungkin sebagai pembaca bakal banyak hal yang tidak bisa kita ketahui dan membuat penasaran dari kisah yang dituturkan Na Willa. Menurutku hal inilah yang membuat buku ini terasa benar-benar diceritakan oleh anak-anak. Banyak hal yang tidak mereka ketahui dan pahami, seperti kenapa suatu hal bisa terjadi, apa yang sebenarnya terjadi dengan satu karakter, dan lain sebagainya.


Salah satu hal yang membuat aku cukup penasaran adalah bagian Bu Tini di buku ini yang dimunculkan di blurbnya. Aku dibuat bertanya-tanya seperti Na Willa mengenai reaksi Bu Tini dan anak-anak sekelas lainnya yang tertawa mendengar nama Na Willa. Kalau aku adalah Na Willa, aku bakal melakukan apa yang dilakukan Na Willa di buku ini.

Ngomong-ngomong soal Bu Tini, karakter ini menjadi salah satu karakter yang aku ingat meski sudah selesai baca bukunya. Bagian Bu Tini di kelasnya ini mengingatkanku waktu aku kelas 1 SD, setiap pagi wali kelasku selalu bertanya siapa yang tidak bawa buku, pensil dan alat tulis lainnya. Beliau akan membagikan buku tulis dan alat tulis yang dibutuhkan untuk mereka yang tidak membawanya. Maka dari itu, reaksi Bu Tini terhadap Na Willa yang tidak membawa buku membuat aku kesal. Uniknya lagi setelah aku selesai membaca buku ini, aku mendengar curhatan seseorang mengenai anaknya yang takut masuk sekolah karena guru SDnya cukup aneh, mengatakan anak tersebut akan menjadi anak nakal dan sering mengatakan hal-hal yang tidak encouraging kepada anak-anak. Aku langsung otomatis teringat Bu Tini.

Bagian akhir dari buku ini mengingatkanku pada Totto-Chan yang selalu dikeluarkan dari sekolah-sekolahnya sebelumnya. Mungkin kelanjutan kisah Na Willa di sekolah bakal dibahas di buku selanjutnya.

Setelah selesai membaca buku ini, catatan dari penerbit sangat bisa aku setujui karena pendapat mereka dan harapan diterbitkannya buku ini sesuai dengan apa yang aku rasakan terutama aspek nostalgia dari kisah Na Willa.

Secara keseluruhan, aku sangat senang dan menikmati membaca buku Na Willa dan ingin segera membaca buku selanjutnya (dan juga versi terjemahan bahasa Inggrisnya). Buat kamu yang sedang tidak ingin baca buku dengan kalimat dan paragraf panjang, tapi ingin membaca buku yang menghibur dan bisa mengingatkan kamu ke masa lalu terutama masa kanak-kanak, maka buku ini bisa banget kamu pilih.

 

Ada yang sudah pernah baca buku ini? Kasih tau di kolom komentar!

0 Comments

don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!

Note: only a member of this blog may post a comment.