This is Amiko, Do You Copy? by Natsuko Imamura | Book Review

This is amiko do you copy natsuko imamura review


“She wanted to be kind. But the more she wanted to be kind, the sadder she got.”


Last year, I read The Woman in the Purple Skirt which was an interesting book by Natsuko Imamura, and now I decided to check out another book by the same author. It's titled This is Amiko, Do You Copy? and I actually like it even more than the last one. This story is about a girl named Amiko who deals with life of being neurodiverse in Japan. The author, Imamura, shows us how she struggles with fitting in, deals with her family, and try to make sense of a world that often doesn't get her. It's an exploration into themes like understanding others, communication and, how society treats neurodivergent people.

(Tahun lalu, aku membaca Perempuan Rok Ungu yang merupakan sebuah buku yang menarik karya Natsuko Imamura, dan tahun ini aku memutuskan untuk membaca buku lain dari penulis yang sama. Judulnya This is Amiko, Do You Copy? dan aku sebenarnya lebih menyukainya daripada buku sebelumnya. Kisah ini tentang seorang gadis bernama Amiko yang menjalani kehidupan menjadi seorang neurodiverse di Jepang. Penulisnya, Imamura, menunjukkan kepada kita bagaimana Amiko berjuang untuk menyesuaikan diri, berurusan dengan keluarganya, dan mencoba memahami dunia yang sering kali tidak memahaminya. Ini adalah eksplorasi ke dalam tema-tema seperti memahami orang lain, komunikasi, dan bagaimana masyarakat memperlakukan orang-orang neurodivergent.)


BOOK INFORMATION

Title                       : This is Amiko, Do You Copy?

Original title        : こちらあみ子

Translator            : Hitomi Yoshio

Author                  : Natsuko Imamura 

Publisher             : Pushkin Press

Language             : English 

Length                  : 128 pages

Released               : November 7, 2023

Read                     : April 18, 2024

GR Rating            : 3.66

My rating            : 4.25


SHOPPING INFO

Amazon Kindle | Paperback (English)

Shopee Mizan Paperback (Bahasa Indonesia)


SYNOPSIS 

This is Amiko, Do You Copy? is about Amiko, a young girl trying to figure out her life as she grows up in Japanese society. Raised in a dysfunctional family with strained relationships, Amiko struggles with social interactions, family drama, and just trying to find her place in a world where she feels like nobody really understands her. 

(This is Amiko, Do You Copy? berkisah tentang Amiko, seorang anak perempuan yang mencoba memahami kehidupannya saat ia tumbuh dalam masyarakat Jepang. Dibesarkan dalam keluarga disfungsional dengan hubungan yang tegang, Amiko berjuang dengan interaksi sosial, drama keluarga, dan berusaha menemukan tempatnya di dunia di mana dia merasa tidak ada orang yang benar-benar memahaminya.)


BOOK REVIEW 

This is Amiko, Do You Copy? by Natsuko Imamura is an exploration into how neurodiversity and mental health are seen in Japanese culture. Through Amiko's story, the book shines a light on the challenges neurodivergent people face in Japan, especially when it comes to fitting in and building relationships.

Amiko's struggles with social interactions and her behaviors reflect how Japanese society as a whole views neurodiversity. She deals with judgment and confusion from friends and family, which shows the lack of awareness and acceptance of neurodivergent individuals. Even though it's not mentioned, Amiko's behaviors align with characteristics commonly associated with autism spectrum disorder, which hints the need for more understanding and support.

Throughout the story, Amiko gets really fixated on things, like her crush and her toy walkie-talkie set. These obsessions affect how she acts and how she connects with others, which makes her more isolated and lonely.

Communication, both verbally and non-verbally, is a significant challenge for Amiko. Her attempts to reach out often misinterpreted or ignored, which leaves her feeling even more isolated. Her struggles with understanding social cues show how hard it is for her to make friends and feel like she belongs.

Amiko really gets attached to her walkie-talkie, even though it doesn't actually work. It's a symbol of her longing for connection and communication, especially when she's feeling down. Even though it can't do much, the walkie-talkie is like a friend to her, which offers the hope of talking to someone right away when she needs it. 

On the other hand, the camera represents Amiko's wish to keep things stable and happy within her family. At first, she's excited to use it to capture special family moments. But when her mom gets mad at her, it changes how she feels about the camera. Now, it's a reminder of the tension and problems in her family. It also shows how hard it is for her to express herself and feel understood at home.

These items show Amiko's struggle between wanting things to stay the same and wanting to feel close to others. The camera stands for her wish to keep things steady and be noticed within her family. Meanwhile, the walkie-talkie represents her need for quick connections and support from others. Together, they help us see how complex Amiko's feelings are and how much she's searching for understanding and acceptance from her family and friends.

The author also talks about challenges and shortcomings within the education system when it comes to supporting neurodiverse students like Amiko. Amiko goes through a lot at school, like being bullied, ridiculed, and scolded by other students and even by teachers. This shows the lack of understanding and resources available for individuals with autism spectrum disorder (ASD) in educational settings. The author wants us to see that schools need systemic change to better facilitate and support neurodiverse students.

By showing how difficult it is for Amiko at school, the author wants to make us think about how schools can be more inclusive and supportive. This means teachers need better training to recognize and address the needs of neurodiverse students, the schools need to implement anti-bullying policies and to offer appropriate supports to help students like Amiko academically and socially. 

(This is Amiko, Do You Copy? oleh Natsuko Imamura adalah eksplorasi tentang bagaimana neurodiversity dan kesehatan mental dilihat dalam budaya Jepang. Melalui kisah Amiko, buku ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh orang-orang neurodivergent di Jepang, terutama dalam hal menyesuaikan diri dan membangun hubungan.

Perjuangan Amiko dalam interaksi sosial dan perilakunya mencerminkan cara masyarakat Jepang secara keseluruhan memandang neurodiversity. Dia menghadapi penghakiman dan kebingungan dari teman dan keluarga, yang menunjukkan kurangnya kesadaran dan penerimaan individu neurodivergent. Meski tidak dijelaskan secara rinci, perilaku Amiko sesuai dengan ciri-ciri yang umumnya dikaitkan dengan autism spectrum disorder, sehingga menunjukkan perlunya pemahaman dan dukungan lebih.

Sepanjang cerita, Amiko menjadi sangat terobsesi pada hal-hal tertentu, seperti gebetannya dan mainan walkie-talkie miliknya. Obsesi ini memengaruhi cara dia bertindak dan cara dia berhubungan dengan orang lain, yang membuatnya semakin terisolasi dan kesepian.

Komunikasi, baik verbal maupun nonverbal, menjadi tantangan berat bagi Amiko. Upayanya untuk berkomunikasi sering kali disalahartikan atau diabaikan, sehingga membuatnya semakin merasa terisolasi. Perjuangannya dalam memahami isyarat sosial menunjukkan betapa sulitnya dia mendapatkan teman dan merasa menjadi bagian mereka.

Amiko sangat terikat dengan walkie-talkie-nya, meski sebenarnya tidak berfungsi. Itu adalah simbol keinginannya akan koneksi dan komunikasi, terutama saat dia sedang merasa sedih. Meski tidak bisa berbuat banyak, walkie-talkie sudah seperti sahabat baginya, yang menawarkan harapan untuk langsung berbicara dengan seseorang saat ia membutuhkannya.

Di sisi lain, kamera mewakili keinginan Amiko untuk menjaga kestabilan dan kebahagiaan dalam keluarganya. Awalnya, dia bersemangat menggunakannya untuk mengabadikan momen spesial keluarga. Namun saat ibunya marah padanya, perasaannya terhadap kamera berubah. Kini, hal itu menjadi pengingat akan ketegangan dan masalah dalam keluarganya. Ini juga menunjukkan betapa sulitnya dia mengekspresikan diri dan merasa dipahami di rumah.

Barang-barang ini menunjukkan perjuangan Amiko antara menginginkan segala sesuatunya tetap sama dan ingin merasa dekat dengan orang lain. Kamera mewakili keinginannya untuk menjaga segala sesuatunya tetap stabil dan diperhatikan dalam keluarganya. Sementara itu, walkie-talkie mewakili kebutuhannya akan hubungan dan dukungan dari orang lain. Bersama-sama, mereka membantu kita melihat betapa kompleksnya perasaan Amiko dan seberapa besar dia mencari pengertian dan penerimaan dari keluarga dan teman-temannya.

Penulis juga berbicara tentang tantangan dan kekurangan dalam sistem pendidikan dalam mendukung siswa neurodiverse seperti Amiko. Amiko mengalami banyak hal di sekolah, seperti diintimidasi, diejek, dan dimarahi oleh siswa lain dan bahkan oleh guru. Hal ini menunjukkan kurangnya pemahaman dan sumber daya yang tersedia bagi individu dengan autism spectrum disorder (ASD) dalam lingkungan pendidikan. Penulis ingin kita melihat bahwa sekolah memerlukan perubahan sistemik untuk memfasilitasi dan mendukung siswa neurodiverse dengan lebih baik.

Dengan menunjukkan betapa sulitnya Amiko di sekolah, penulis ingin membuat kita berpikir tentang bagaimana sekolah bisa menjadi lebih inklusif dan suportif. Artinya, guru memerlukan pelatihan yang lebih baik untuk mengenali dan menjawab kebutuhan siswa neurodiverse, sekolah perlu menerapkan kebijakan anti-bullying, dan menawarkan dukungan yang tepat untuk membantu siswa seperti Amiko secara akademis dan sosial.)


“Why were they laughing? It was because Amiko was crying. When Amiko cried, everyone laughed.”


THE FAVORITES 

■The story is told through third-person narration which lets us glimpse into Amiko's thoughts and feelings. We see her struggling to fit in, wanting to connect with others, and dealing with a world that doesn't always understand her. It helps us see beyond stereotypes and understand that people with neurodiverse traits are just as human as anyone else.

■The book also takes on how society sees neurodiversity and mental health, especially in Japan. Amiko's traits and struggles are often met with confusion and judgment, which shows how little people understand about neurodiverse individuals.

■The author shows us how dysfunction, neglect, and lack of communication in a family can really affect someone's emotions and behaviors. Amiko's relationships with her parents and brother shows us how important it is for families to communicate and support each other.

■The story offers commentary on the complexities of communication within relationships, both verbal and non-verbal. We see how hard it can be for characters to really understand each other. Objects like the walkie-talkie and camera show us how tricky it can be to connect with others, even when we're trying our best.

(■Cerita ini diceritakan melalui narasi orang ketiga yang memungkinkan kita melihat pikiran dan perasaan Amiko. Kita melihatnya berjuang untuk menyesuaikan diri, ingin terhubung dengan orang lain, dan menghadapi dunia yang tidak selalu memahaminya. Ini membantu kita melihat melampaui stereotip dan memahami bahwa orang-orang dengan karakteristik neurodiverse sama manusiawinya dengan orang lain.

■Buku ini juga membahas bagaimana masyarakat memandang neurodiversity dan kesehatan mental, khususnya di Jepang. Karakter dan kesulitan Amiko sering kali menimbulkan kebingungan dan penghakiman, yang menunjukkan betapa sedikitnya pemahaman orang tentang individu dengan neurodiverse.

■Penulis menunjukkan kepada kita bagaimana disfungsi, pengabaian, dan kurangnya komunikasi dalam sebuah keluarga benar-benar dapat mempengaruhi emosi dan perilaku seseorang. Hubungan Amiko dengan orang tua dan saudara laki-lakinya menunjukkan kepada kita betapa pentingnya komunikasi dan dukungan satu sama lain dalam sebuah keluarga.

■Cerita ini memberikan komentar mengenai kompleksitas komunikasi dalam hubungan, baik verbal maupun non-verbal. Kita melihat betapa sulitnya bagi karakter untuk benar-benar memahami satu sama lain. Benda-benda seperti walkie-talkie dan kamera menunjukkan kepada kita betapa sulitnya terhubung dengan orang lain, bahkan ketika kita sudah berusaha sebaik mungkin.)


CONCLUSION 

This is Amiko, Do You Copy? by Natsuko Imamura explores neurodiversity, family dynamics, and societal attitudes in Japanese culture in a deep and meaningful way. Through Amiko's journey, we're invited to step into her shoes and understand the ups and downs of human relationships. Imamura's writing is gentle and personal, which gives us a close look at the life of a girl who feels misunderstood by the world around her. As we follow Amiko's story, we're reminded how important it is to be empathetic, communicate openly, and accept others for who they are.

(This is Amiko, Do You Copy? oleh Natsuko Imamura mengeksplorasi neurodiversity, dinamika keluarga, dan sikap masyarakat dalam budaya Jepang dengan cara yang mendalam dan bermakna. Melalui perjalanan Amiko, kita diajak untuk melihat melalui sudut pandangnya dan memahami pasang surut hubungan antarmanusia. Tulisan Imamura yang lembut dan personal membuat kita bisa melihat lebih dekat kehidupan seorang gadis yang merasa disalahpahami oleh dunia di sekitarnya. Saat kita mengikuti kisah Amiko, kita diingatkan betapa pentingnya berempati, berkomunikasi secara terbuka, dan menerima orang lain apa adanya.)

0 Comments

don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!

Note: only a member of this blog may post a comment.