Thousand Cranes by Yasunari Kawabata | Book Review

 


Thousand Cranes by Yasunari Kawabata tells the story of Kikuji, a young guy working in Tokyo. When his dad dies, he gets mixed up in a bunch of messy relationships. At a tea ceremony, he meets Miss Chikako Kurimoto, who used to be with his dad, and he's got introduced to her student, Yukiko Inamura. The book dives into love, desire, guilt, and all the emotions that come with relationships.

As the story goes on, Kikuji gets involved with Mrs. Ota, who was his dad's other lady, and her daughter, Fumiko. There are a ton of secrets and guilt hanging around them. Then, Fumiko gives Kikuji some old tea stuff that's tied to their parents' affair, making everything even more complicated.

(Thousand Cranes oleh Yasunari Kawabata menceritakan kisah Kikuji, seorang pemuda yang bekerja di Tokyo. Ketika ayahnya meninggal, dia terlibat dalam banyak hubungan yang berantakan. Di sebuah upacara minum teh, dia bertemu dengan Nona Chikako Kurimoto, yang dulunya pernah bersama dengan ayahnya, dan dia diperkenalkan dengan muridnya, Yukiko Inamura. Buku ini menyelami cinta, hasrat, rasa bersalah, dan semua emosi yang muncul dalam suatu hubungan.

Seiring berjalannya cerita, Kikuji terlibat dengan Ny. Ota, yang merupakan wanita lain ayahnya, dan putrinya, Fumiko. Ada banyak sekali rahasia dan rasa bersalah yang menyelimuti mereka. Lalu, Fumiko memberi Kikuji beberapa perabot minum teh kuno yang ada hubungannya dengan perselingkuhan orang tua mereka, yang membuat segalanya semakin rumit.)

 

BOOK INFORMATION

Title                       : Thousand Cranes

Japanese Title        千羽鶴

Author                  : Yasunari Kawabata

Translator             : Nurul Hanafi

Publisher              : Immortal Publishing

Language             : Indonesian

Length                  : 162 pages

Released               :  2018

Read                     : August 5 - 7, 2023

GR Rating            : 3.72

My rating             : 2.50


Bisa dibeli di Togamas Kotabaru atau Berdikari Books

 

BOOK REVIEW

In Thousand Cranes, Yasunari Kawabata dives into Japanese tea ceremonies and culture, exploring ideas like guilt, shame, beauty, and human feelings. But, the book's writing style feels kind of far away, and sometimes, the translation isn't super clear, which can make it harder to get into the story.

One interesting thing about the book is how Kawabata shows the Japanese tea ceremony. He paints a vivid picture of each ritual, showing how important and precise they are, giving us a peek into this ancient tradition.

Throughout the story, feelings of guilt and shame are everywhere, adding layers to the characters and what they do. Kawabata really captures how heavy it can feel when you've messed up in the past, and how secrets and hidden desires, and how the choices we make affect our lives and relationships.

But, even though the themes are deep, I feel a bit distant from the characters. We mostly see the main character through his actions and what he says, without really knowing what's going on in his head. This can make it harder to really feel for them and understand why they do what they do.

Plus, sometimes the translation of the book can be a bit tricky. Some sentences might be hard to understand, which could pull you out of the story and make it a bit harder to follow along.

(Dalam Thousand Cranes, Yasunari Kawabata menyelami upacara minum teh dan budaya Jepang, mengeksplorasi ide-ide seperti rasa bersalah, rasa malu, keindahan, dan perasaan manusia. Namun, gaya penulisan bukunya terasa agak jauh, dan terkadang, terjemahannya tidak terlalu jelas, sehingga membuat cerita menjadi lebih sulit untuk dipahami.

Satu hal yang menarik dari buku ini adalah bagaimana Kawabata menampilkan upacara minum teh Jepang. Dia melukiskan gambaran jelas dari setiap ritual, menunjukkan betapa pentingnya ritual tersebut, yang memberi kita gambaran tentang tradisi kuno ini.

Sepanjang cerita, perasaan bersalah dan malu ada setiap bagian cerita, yang menambah lapisan pada karakter dan apa yang mereka lakukan. Kawabata benar-benar menggambarkan betapa beratnya rasanya ketika ki4 melakukan kesalahan di masa lalu, dan bagaimana rahasia dan keinginan tersembunyi, serta bagaimana pilihan yang kita ambil memengaruhi kehidupan dan hubungan kita.

Tapi, meski temanya dalam, aku merasa agak jauh dari karakternya. Kita kebanyakan melihat tokoh utama melalui tindakan dan perkataannya, tanpa benar-benar mengetahui apa yang ada di dalam kepalanya. Hal ini dapat membuat lebih sulit untuk benar-benar merasakan perasaan mereka dan memahami mengapa mereka melakukan hal tersebut.

Ditambah lagi, terkadang penerjemahan bukunya bisa sedikit rumit. Beberapa kalimat sulit dipahami, sehingga membuat kita tidak memahami cerita dan lebih sulit untuk mengikutinya.

Karakter favorit: Chikako Kurimoto, the queen of kejulidan dan ikut campur urusan orang.)

 

CONCLUSION

Thousand Cranes by Yasunari Kawabata dives into Japanese tea ceremonies and culture, mixing in big ideas like guilt, shame, beauty, and feelings. It's cool to see all these themes, but the way the book is written and translated might make it harder to really get into it. So, I'd give it 2.5 out of 5 stars. But if you're into deep thinking about emotions and cultural stuff, you might still find it interesting to check out.

(Thousand Cranes karya Yasunari Kawabata mendalami upacara minum teh dan budaya Jepang, memadukan ide-ide seperti rasa bersalah, malu, keindahan, dan perasaan. Memang keren melihat semua tema ini, tapi cara buku ini ditulis dan diterjemahkan membuatnya lebih sulit untuk benar-benar mendalaminya. Jadi, aku memberikannya 2,5 dari 5 bintang. Namun jika kamu tertarik pada pemikiran mendalam tentang emosi dan hal-hal seputar budaya, kamu mungkin tertarik untuk membacanya.)

0 Comments

don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!

Note: only a member of this blog may post a comment.