The Poppy War (The Poppy War #1) by R.F. Kuang | Book Review

 


The Poppy War is a fantasy book by R.F. Kuang, kicking off a trilogy called The Poppy War Trilogy. It came out in 2018 and dives into a dark and gritty tale, mixing real history with fantasy elements.

In this world inspired by Chinese history and mythology, we meet Rin, a girl who lost her parents in war. Her life shifts significantly when she gets into Sinegard, the famous military school, by acing a difficult test called the Keju.

At Sinegard, Rin deals with all the drama and tough training of the academy. There, she learns about Phoenix Magic, a kind of shamanic power. With her mentor Jiang's help, Rin starts learning how to use this magic. But it's not easy for her, being one of the few dark-skinned people in a mostly light-skinned society.

As tensions between the Nikara Empire and the Federation of Mugen heat up, war becomes unavoidable. Everything gets crazy for Rin when the Federation attacks the Empire.

Driven by revenge and her new powers, Rin gets caught up in the conflict. She's on a mission to get back at her enemies, but using her powers brings up tough questions about right and wrong..

(Perang Opium adalah buku fantasi karya R.F. Kuang, yang memulai trilogi berjudul The Poppy War Trilogy. Buku ini dirilis pada tahun 2018 dan menyelami kisah kelam yang memadukan sejarah dengan elemen fantasi.

Di dunia yang terinspirasi oleh sejarah dan mitologi Tiongkok ini, kita bertemu Rin, seorang gadis yang kehilangan orang tuanya dalam perang. Hidupnya berubah secara signifikan ketika dia masuk ke Sinegard, sekolah militer terkenal, dengan lulus ujian sulit yang disebut Keju dengan nilai tertinggi.

Di Sinegard, Rin menghadapi semua drama dan pelatihan keras di akademi. Di sana, dia belajar tentang Phoenix Magic, semacam kekuatan shamanisme. Dengan bantuan mentornya Jiang, Rin mulai belajar cara menggunakan ini. Namun hal itu tidak mudah baginya yang merupakan salah satu dari sedikit orang berkulit gelap di masyarakat yang didominasi orang berkulit terang.

Ketika ketegangan antara Kekaisaran Nikan dan Federasi Mugen memanas, perang menjadi tidak dapat dihindari. Segalanya menjadi kacau bagi Rin ketika Federasi menyerang Kekaisaran.

Didorong oleh balas dendam dan kekuatan barunya, Rin terjebak dalam konflik. Dia sedang dalam misi untuk membalas musuh-musuhnya, namun penggunaan kekuatannya menimbulkan pertanyaan sulit tentang benar dan salah.)


BOOK INFORMATION

Title                       : The Poppy War - Perang Opium

Author                  : R. F. Kuang

Translator            : Meggy Soedjatmiko

Publisher             : Gramedia Pustaka Utama

Language             : Indonesian

Length                  : 536 pages

Released             : October 2019

Read                      : January 12-15, 2023

GR Rating            : 4.17

My Rating            : 5.00

Where to buy     : gramedia, or dojobuku, or togamas (Indonesian edition); nanacorner (English edition)

 

CONTENT WARNINGS

■Graphic violence: The novel includes explicit and graphic depictions of violence, including war, torture, and scenes of intense brutality. It portrays the horrors and consequences of war.

■Sexual violence

■Drug use

■Self-harm and suicide

■Racism and discrimination:

■Explicit sexual content

■Psychological trauma


Content you might like : Yellowface by R.F. Kuang Book Review


PHYSICAL BOOK REVIEW

The Indonesian version of The Poppy War was published by Gramedia Pustaka Utama in 2019. The cover art is stunning, showing Rin just like she's described in the book.

The translation by Meggy Soedjatmiko is spot-on. It's easy to read and understand, so you can really get into the story without any trouble. Even though the book is pretty long (536 pages) the translation is so smooth that you can breeze through it. I can finish this big book in just three days because it's so well done!

The book itself is super easy to hold and read because of its flexible binding. Plus, the pages are nice and thick, so you can jot down notes if you want to. The text is just right, not too small, not too big, and the spacing makes it easy on the eyes.

The book comes with a bookmark that matches the cover art. Plus, there's a map of the Nikara Empire at the start of the book, which helps you picture where everything is happening in the story.

(The Poppy War versi bahasa Indonesia diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2019. Ilustrasi sampulnya sangat memukau, menampilkan karakter Rin seperti yang dijelaskan di dalam buku.

Terjemahan Meggy Soedjatmiko pas sekali. Mudah dibaca dan dipahami, sehingga kita dapat benar-benar masuk ke dalam cerita tanpa kesulitan. Meskipun bukunya cukup panjang (536 halaman), terjemahannya sangat lancar sehingga kita dapat membacanya dengan mudah. Aku biasanya dapat menyelesaikan buku tebal ini hanya dalam tiga hari karena terjemahannya sangat baik!

Bukunya sendiri sangat mudah dipegang dan dibaca karena penjilidannya fleksibel. Ditambah lagi, halamannya bagus dan tebal, jadi kita bisa membuat catatan jika mau. Teksnya pas, tidak terlalu kecil, tidak terlalu besar, dan spasinya enak dilihat.

Buku ini dilengkapi dengan bookmark yang punya ilustrasi sama dengan sampulnya. Ditambah lagi, ada peta Kekaisaran Nikan di awal buku, yang membantu kita membayangkan di mana segala sesuatu terjadi dalam cerita.)

 

BOOK REVIEW

The Poppy War shows war in a really intense way, making you feel how awful it is for everyone involved. It doesn't hold back on describing the brutality that happens during battles or the moments when people lose everything. The book makes you feel like you're right there experiencing it all, and it's not pretty.

The book also talks about psychological and emotional trauma of war. Characters like Rin see horrible things and have to deal with really tough choices, which shows how war can affect people's minds and emotions. As you read, you can feel the loss and hopelessness of those whose lives touched by war, which show the tragic consequences of violence and conflict.

It also talks about how war affects whole communities long after it's over. It looks at how people lose their homes and have to start over, showing that war's impact lasts a long time. Through the characters' stories, the book teaches us the importance of empathy and understanding to treat the war victims with compassion and solidarity.

The Poppy War really digs into how power works, showing us that it's can be empowering or corrupting. Characters like Altan show us that having power can change people, sometimes for the worse. We see how it can make them do things they wouldn't normally do.

The book also makes us think about how power affects different people in society. Whether it's Rin fighting against unfair treatment or Altan trying to figure out where he fits in, we see how power can shape who we are and how we interact with others. It's a deep dive into how power can define our identities and impact the world around us.

The Poppy War also makes us think about what's right and wrong. Characters like Rin face tough choices that blur the lines between being a hero and a villain. We see Rin struggle with these decisions, and it makes us question what we would do in her shoes.

As Rin faces the harsh realities of war, she's put in situations where she has to decide what's right and wrong. The book shows us that in war, things aren't always black and white. People do things for different reasons, like getting revenge or just trying to survive. It challenges us to think about morality in a world where things are messy and complicated.

But even in the darkest times, The Poppy War gives us moments of hope. It shows us that even when things seem hopeless, people can still try to make things right. Characters like Rin struggle with their past actions, but they also show us that it's possible to find redemption, even in the middle of a war. It's a reminder that even in the darkest of times, there's still hope for change and forgiveness.

(Perang Opium menunjukkan perang dengan cara yang sangat intens, yang membuat kita merasakan betapa buruknya hal itu bagi semua orang yang terlibat. Buku ini tidak ragu-ragu untuk menggambarkan kebrutalan yang terjadi selama pertempuran atau saat orang kehilangan segalanya. Buku ini membuat kita merasa seperti sedang mengalami semuanya, dan itu sama sekali tidak menyenangkan.

Buku ini juga berbicara tentang trauma psikologis dan emosional akibat perang. Karakter seperti Rin melihat hal-hal buruk dan harus menghadapi pilihan yang sangat sulit, yang menunjukkan bagaimana perang dapat mempengaruhi pikiran dan emosi seseorang. Saat kita membaca, kita bisa merasakan kehilangan dan keputusasaan orang-orang yang hidupnya terkena dampak perang, yang menunjukkan konsekuensi tragis dari kekerasan dan konflik.

Buku ini juga berbicara tentang bagaimana perang mempengaruhi seluruh komunitas setelah perang berakhir. Buku ini memperlihatkan bagaimana orang-orang kehilangan tempat tinggal dan harus memulai hidup baru, yang menunjukkan bahwa dampak perang berlangsung lama. Melalui cerita para tokohnya, buku ini mengajarkan kita pentingnya empati dan pengertian untuk memperlakukan korban perang dengan kasih sayang dan solidaritas.

Perang Opium benar-benar menggali cara kerja kekuasaan, menunjukkan kepada kita bahwa kekuasaan bisa memberdayakan atau merusak. Karakter seperti Altan menunjukkan kepada kita bahwa memiliki kekuasaan dapat mengubah seseorang, terkadang menjadi lebih buruk. Kita melihat bagaimana hal itu dapat membuat mereka melakukan hal-hal yang biasanya tidak mereka lakukan.

Buku ini juga membuat kita berpikir tentang bagaimana kekuasaan mempengaruhi berbagai macam orang dalam masyarakat. Entah itu Rin yang berjuang melawan perlakuan tidak adil atau Altan yang mencoba mencari tahu di mana dia diterima, kita melihat bagaimana kekuasaan dapat membentuk siapa kita dan bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. Ini adalah penjelasan mendalam tentang bagaimana kekuasaan dapat menentukan identitas kita dan berdampak pada dunia di sekitar kita.

Perang Opium juga membuat kita berpikir mana yang benar dan salah. Karakter seperti Rin menghadapi pilihan sulit yang mengaburkan batas antara menjadi pahlawan dan penjahat. Kita melihat Rin kesulitan mengambil keputusan ini, dan itu membuat kita bertanya-tanya apa yang akan kita lakukan jika dia berada di posisinya.

Saat Rin menghadapi kenyataan pahit perang, dia berada dalam situasi di mana dia harus memutuskan apa yang benar dan salah. Buku ini menunjukkan kepada kita bahwa dalam perang, segala sesuatunya tidak selalu hitam dan putih. Orang-orang melakukan sesuatu karena alasan yang berbeda-beda, seperti membalas dendam atau sekadar mencoba bertahan hidup. Hal ini menantang kita untuk berpikir tentang moralitas di dunia yang penuh kekacauan dan kerumitan.

Namun di masa tergelap sekalipun, The Poppy War memberi kita momen harapan. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa meskipun segala sesuatunya tampak tidak ada harapan lagi, orang-orang masih dapat berusaha untuk memperbaikinya. Karakter seperti Rin berjuang dengan tindakan mereka di masa lalu, tetapi mereka juga menunjukkan kepada kita bahwa menemukan penebusan adalah mungkin, bahkan di tengah perang. Ini adalah pengingat bahwa bahkan di saat-saat tergelap sekalipun, masih ada harapan untuk perubahan dan pengampunan.)

 

THE CONSEQUENCES OF WAR

■ Individual trauma: War causes psychological and emotional trauma on the characters in The Poppy War. The things they go through, like seeing their friends die and witnessing violence, leave them with serious mental scars. Kuang does a good job showing how war affects their mental health and sticks with them long after the battle ended.

■ Societal disruption: When war breaks out, everything gets turned upside down. People lose their homes, families get torn apart, and the whole social order gets messed up. Kuang shows how war messes with communities, causing chaos and forcing everyone to adapt to a new normal where power keeps shifting and trust is hard to come by.

■ Ethical dilemmas: The characters in The Poppy War are constantly faced with tough decisions about what's right and wrong in war. They gotta figure out if it's okay to use violence and make sacrifices for the greater good. It's not easy, and they struggle with the consequences of their choices throughout the story.

■ Political manipulation: The book dives into how politicians and powerful people use war to get what they want. They take advantage of all the chaos and violence to push their own agendas, even if it means innocent people suffer. Kuang shines a light on the shady side of power struggles and how leaders can manipulate public opinion during times of war.

■ Dehumanization and desensitization: War changes people, and not in a good way. The characters have to make some tough calls that make them question their own humanity. The violence and horror of war make it hard for them to feel empathy or compassion, and they end up becoming pretty cold and numb to it all.

■ Generational impact: The effects of war don't just go away when it ends. The choices the characters make during the war shape the world for future generations. Kuang shows how the legacy of war sticks around, affecting how people live and deal with the aftermath long after the war is over.

(■ Trauma individu: Perang menyebabkan trauma psikologis dan emosional pada para karakter dalam The Poppy War. Hal-hal yang mereka lalui, seperti melihat teman-temannya meninggal dan menyaksikan kekerasan, meninggalkan luka mental yang serius pada mereka. Kuang berhasil menunjukkan dengan baik bagaimana perang memengaruhi kesehatan mental mereka dan tetap bersama mereka lama setelah pertempuran berakhir.

■ Gangguan sosial: Ketika perang pecah, segalanya menjadi kacau. Orang-orang kehilangan rumah mereka, keluarga-keluarga terpecah belah, dan seluruh tatanan sosial menjadi kacau. Kuang menunjukkan bagaimana perang mengacaukan masyarakat, menyebabkan kehancuran dan memaksa semua orang beradaptasi dengan keadaan normal baru di mana kekuasaan terus berpindah dan kepercayaan sulit didapat.

■ Dilema etika: Karakter dalam The Poppy War terus-menerus dihadapkan pada keputusan sulit tentang apa yang benar dan salah dalam perang. Mereka harus memikirkan apakah boleh menggunakan kekerasan dan berkorban demi kebaikan yang lebih besar. Itu tidak mudah, dan mereka berjuang dengan konsekuensi pilihan mereka sepanjang cerita.

■ Manipulasi politik: Buku ini menyelami bagaimana politisi dan orang-orang berkuasa menggunakan perang untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka memanfaatkan semua kekacauan dan kekerasan untuk memaksakan agenda mereka sendiri, meskipun hal itu menyebabkan penderitaan bagi orang-orang yang tidak bersalah. Kuang menyoroti sisi gelap perebutan kekuasaan dan bagaimana para pemimpin dapat memanipulasi opini publik selama masa perang.

■ Dehumanisasi dan desensitisasi: Perang mengubah manusia, dan bukan ke arah yang baik. Karakter harus melakukan beberapa keputusan sulit yang membuat mereka mempertanyakan kemanusiaan mereka sendiri. Kekerasan dan kengerian perang membuat mereka sulit merasakan empati atau kasih sayang, dan mereka akhirnya menjadi dingin dan mati rasa terhadap semua itu.

■ Dampak lintas generasi: Dampak perang tidak hilang begitu saja setelah perang berakhir. Pilihan yang diambil para karakter selama perang membentuk dunia untuk generasi mendatang. Kuang menunjukkan bagaimana warisan perang masih bertahan, memengaruhi cara masyarakat hidup dan menghadapi dampaknya jauh setelah perang usai.)

 

WHAT I LOVE

■ The characters in this book are really well done and feel real. Rin, the main character, goes through a lot of changes, and seeing her grow and deal with her flaws makes her easy to relate to. Even the side characters have their own stories and reasons for doing what they do, which makes the whole story richer.

■ The way the author tells the story brings you into the story right from the start. It's dark and intense, and it deals with some heavy topics that really make you think. You can't help but get emotionally invested in what's happening, and it keeps you wanting to know what happens next.

■ I love how the author takes real events from Chinese history such as the Second Sino-Japanese War and the Nanjing Massacre and mixes them with fantasy elements. It gives the story a blend of real-world inspiration and imagination.

■ This book tackles some important ideas, including the consequences of power, the impact of war, identity struggles, and the ethics of violence. I like how it makes you think about these things after you've finished reading.

■ The way war is shown in this book doesn't hold back. It's brutal and ugly. I appreciate that the author didn't sugarcoat anything because it makes the story feel more authentic and true to life.

■ The author's writing is top-notch, with vivid descriptions and a pace that keeps you turning the pages. And the world she creates feels like it could be real, with its own history, cultures, and magic system that all fit together perfectly.

■ This book doesn't follow the usual fantasy rules, and that's what makes it so cool. It doesn't have clear-cut good guys and bad guys, everyone's a little bit of both. It's not afraid to show that life isn't always black and white.

(■ Karakter dalam buku ini dibuat dengan sangat baik dan terasa nyata. Rin, karakter utamanya, mengalami banyak perubahan, dan melihatnya tumbuh serta menghadapi kekurangannya membuatnya mudah untuk dipahami. Bahkan karakter sampingan memiliki cerita dan alasan mereka sendiri melakukan apa yang mereka lakukan, yang membuat keseluruhan cerita menjadi lebih kaya.

■ Cara penulis menceritakan kisahnya membawa kita ke dalam cerita sejak awal. Kisahnya gelap dan intens, dan membahas beberapa topik berat yang benar-benar membuat kita berpikir. Mau tidak mau kita akan terlibat secara emosional dalam apa yang terjadi, dan hal ini membuat kita terus ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya.

■ Aku suka cara penulis mengambil peristiwa nyata dari sejarah Tiongkok seperti Perang Tiongkok-Jepang Kedua dan Pembantaian Nanjing dan memadukannya dengan elemen fantasi. Hal ini memberi perpaduan inspirasi dan imajinasi dunia nyata.

■ Buku ini membahas beberapa gagasan penting, termasuk konsekuensi kekuasaan, dampak perang, perebutan identitas, dan etika kekerasan. Aku suka bagaimana hal ini membuat kita memikirkan hal-hal ini setelah kita selesai membaca.

■ Cara perang ditampilkan dalam buku ini tidak bisa dibuat-buat. Semuanya brutal dan buruk. Aku menghargai bahwa penulis tidak menutup-nutupi apa pun karena hal itu membuat ceritanya terasa lebih autentik dan nyata.

■ Tulisan penulisnya unggul dengan deskripsi yang jelas dan pacing yang membuat kita terus lanjut ke halaman berikutnya. Dan dunia yang dia ciptakan terasa seperti nyata, dengan sejarah, budaya, dan magic systemnya sendiri yang semuanya berpadu sempurna.

■ Buku ini tidak mengikuti aturan genre fantasi pada umumnya, dan itulah yang membuatnya sangat keren. Tidak ada batas yang jelas antara orang baik dan orang jahat, semua orang adalah bagian dari keduanya. Buku ini tidak takut untuk menunjukkan bahwa hidup tidak selalu hitam putih.)

 

CONCLUSION

The Poppy War by R.F. Kuang is an intense fantasy book which has complex and well-written characters, and immersive storytelling. Plus, I love how Kuang mixes in real history with fantasy, it makes everything feel so rich and detailed. The book deals with some heavy topics, like power struggles and the impact of war, which makes you really think about what it means to be human. And Kuang doesn't hold back when it comes to showing the horrors of war, it feels so raw and authentic, which makes The Poppy War a must-read for anyone looking for a deep, soul-searching adventure.

(Perang Opium oleh R.F. Kuang adalah buku fantasi intens yang memiliki karakter kompleks dan ditulis dengan baik, serta penceritaan yang mendalam. Ditambah lagi, aku suka bagaimana Kuang memadukan sejarah nyata dengan fantasi, yang membuat segalanya terasa begitu kaya dan detail. Buku ini mengangkat beberapa topik berat, seperti perebutan kekuasaan dan dampak perang, yang membuat kita benar-benar berpikir tentang apa artinya menjadi manusia. Dan Kuang tidak menahan diri untuk menunjukkan kengerian perang, terasa begitu apa adanya dan otentik, yang menjadikan The Poppy War wajib dibaca oleh siapa pun yang mencari petualangan introspektif yang mendalam.)

0 Comments

don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!

Note: only a member of this blog may post a comment.