The Phone Booth at the Edge of the World by Laura Imai Messina | Book Review

 


 

The Phone Booth at the Edge of the World tells the story of Yui, a woman who lost her mom and daughter in the 2011 tsunami in Japan. It talks about grief and healing, and it shows how memories can help. The main idea of this book is a special phone booth in a garden connected to nothing where you can talk to people who passed away. It's a touching story that really makes you think and feel deeply.

(The Phone Booth at the Edge of the World bercerita tentang Yui, seorang wanita yang kehilangan ibu dan putrinya saat tsunami tahun 2011 di Jepang. Buku ini berbicara tentang kesedihan dan penyembuhan, dan menunjukkan bagaimana kenangan dapat membantu. Ide utama buku ini adalah sebuah bilik telepon khusus yang tidak terhubung dengan apa pu yang terletak di sebuah taman  di mana kita dapat berbicara dengan orang-orang yang sudah meninggal. Ini adalah kisah menyentuh yang benar-benar membuat kita berpikir dan merasakan secara mendalam.)


BOOK INFORMATION

Title                       : The Phone Booth at the Edge of the World

Original title        : Quel che affidiamo al vento

Author                  : Laura Imai Messina 

Translator           : Lucy Rand

Publisher             : The Overlook Press

Language             : English 

Length                  : 416 pages

Released               : March 9, 2021

Read                     : September 6 - 9, 2023

GR Rating            : 3.86

My rating            : 3.75


BOOK REVIEW

The Phone Booth at the Edge of the World by Laura Imai Messina explores the themes of grief and finding ways to heal, relationship and community, and even finding happiness when things are tough. The story is about a phone booth in a garden where you can talk to people who passed away or those whom we can't directly talk to, even though it's not really connected to anything. 

The main characters, Yui and Takeshi, both suffered immense losses because of a natural disaster. The book shows how they deal with their sadness and grow stronger. The phone booth becomes a special place for them to talk to their loved ones who are gone. It's like a reminder that even though someone is gone, they're still with you in a way.

The book also shows how people can find strength even when things are really hard. Yui and Takeshi become friends because they both use the phone booth to cope with their loss. It's like a symbol of how we can support each other through tough times.

There's also a lot about Japanese culture and beliefs shown in the book. It talks about Shintoism and spirituality, which are part of how people deal with grief in Japan. The phone booth itself is like a mix of modern and old beliefs, showing that even in today's world, we still hold on to traditions and spiritual connections.

The book also talks about mourning rituals in Japanese culture. It shows different characters going through rituals to mourn their loved ones. Being alone in nature is an important part of how they start to feel better, like when they visit the wind phone in the peaceful garden.

There are also interlude chapters that give more details about the characters. These parts make the characters seem more real by showing their personalities and what they like. They also explain some things about Japanese culture and give time to think about how loss affects people. These chapters help the story flow smoothly balance it without rushing through.

(The Phone Booth at the Edge of the World oleh Laura Imai Messina mengeksplorasi tema kesedihan dan menemukan cara untuk sembuh, hubungan dan komunitas, dan bahkan menemukan kebahagiaan ketika keadaan sulit. Ceritanya tentang sebuah bilik telepon di sebuah taman dimana kita bisa berbicara dengan orang yang sudah meninggal atau mereka yang tidak bisa kita ajak bicara secara langsung, meskipun tidak ada terhubung dengan apapun.

Pemeran utamanya, Yui dan Takeshi, sama-sama mengalami kehilangan yang sangat besar karena bencana alam. Buku ini menunjukkan bagaimana mereka mengatasi kesedihan mereka dan tumbuh lebih kuat. Bilik telepon menjadi tempat khusus bagi mereka untuk berbincang dengan orang tercinta yang telah tiada. Ini seperti pengingat bahwa meskipun seseorang telah pergi, mereka masih bersama kita.

Buku ini juga menunjukkan bagaimana orang-orang dapat menemukan kekuatan bahkan ketika keadaan sangat sulit. Yui dan Takeshi menjadi teman karena mereka berdua menggunakan bilik telepon untuk menghadapi kehilangan mereka. Ini seperti simbol bagaimana kita dapat saling mendukung melalui masa-masa sulit.

Banyak juga tentang budaya dan kepercayaan Jepang yang ditampilkan dalam buku ini. Buku ini berbicara tentang Shintoisme dan spiritualitas, yang merupakan bagian dari cara orang menghadapi kesedihan di Jepang. Bilik telepon itu sendiri seperti perpaduan antara kepercayaan modern dan lama, yang menunjukkan bahwa bahkan di dunia sekarang ini, kita masih memegang teguh tradisi dan hubungan spiritual.

Buku ini juga berbicara tentang ritual berkabung dalam budaya Jepang. Buku ini menunjukkan karakter yang berbeda menjalani ritual untuk berduka atas orang yang mereka cintai. Menyendiri di alam terbuka adalah bagian penting yang membuat mereka mulai merasa lebih baik, seperti saat mereka mengunjungi wind phone di taman yang sepi.

Ada juga bab selingan yang memberikan rincian lebih lanjut tentang karakter. Bagian-bagian ini membuat karakter tampak lebih nyata dengan menunjukkan kepribadian dan apa yang mereka sukai. Mereka juga menjelaskan beberapa hal tentang budaya Jepang dan memberikan waktu untuk memikirkan bagaimana kehilangan mempengaruhi masyarakat. Bab-bab ini membantu alur cerita tetap lancar, yang menyeimbangkannya tanpa terburu-buru.)


THE FAVORITES

■ The Phone Booth at the Edge of the World has interesting concept of a wind phone which actually exists in Japan, it's a special phone booth where you can talk to people who passed away. It makes you think about how we deal with feeling sad after losing someone we love. The wind phone is like a symbol of how we hold onto memories, both happy and sad, of the people we miss.

■ The book also talks a lot about Japanese culture and beliefs about sadness and remembering loved ones. It shows how different cultures deal with losing someone important to them. This cultural aspect makes the story feel real and helps us understand how people around the world handle grief in their own ways.

■ The chapters in the book are short and easy to read, so you can take breaks if you need to. They also mix things up with lists and extra info, making the story more interesting. And because the characters feel like real people with their own problems, you can really relate to them and understand what they're going through.

■ One important thing the book talks about is how everyone deals with sadness differently, especially when they lose someone close to them. It follows characters like Yui and Takeshi as they try to cope with their feelings. Some find comfort in the wind phone, while others find their own ways to deal with their pain. It shows that everyone's journey through grief is different, and there's no right or wrong way to feel better.

(■The Phone Booth at the Edge of the World mempunyai konsep menarik berupa wind phone yang sebenarnya ada di Jepang, yaitu bilik telepon khusus dimana kita dapat berbicara dengan orang yang sudah meninggal. Buku ini membuat kita berpikir tentang bagaimana kita menghadapi perasaan sedih setelah kehilangan seseorang yang kita cintai. Wind phone ibarat simbol bagaimana kita menyimpan kenangan, baik senang maupun sedih, tentang orang-orang yang kita rindukan.

■ Buku ini juga banyak berbicara tentang budaya dan kepercayaan Jepang tentang kesedihan dan mengingat orang yang dicintai. Ini menunjukkan bagaimana budaya yang berbeda menghadapi kehilangan seseorang yang penting bagi mereka. Aspek budaya ini membuat cerita terasa nyata dan membantu kita memahami bagaimana orang-orang di seluruh dunia menangani kesedihan dengan cara mereka masing-masing.

■ Bab-bab dalam buku ini pendek dan mudah dibaca, sehingga kita dapat beristirahat jika perlu. Buku ini juga mengkombinasikan berbagai hal di dalamnya seperti daftar dan informasi tambahan, sehingga membuat ceritanya lebih menarik. Dan karena karakternya terasa seperti orang sungguhan dengan masalahnya sendiri, kita benar-benar dapat memahami mereka dan memahami apa yang mereka alami.

■ Satu hal penting yang dibicarakan dalam buku ini adalah bagaimana setiap orang menghadapi kesedihan secara berbeda, terutama ketika mereka kehilangan seseorang yang dekat dengan mereka. Buku ini mengikuti karakter seperti Yui dan Takeshi saat mereka mencoba menghadapi perasaan mereka. Beberapa orang menemukan kenyamanan dalam menggunakan wind phone, sementara yang lain menemukan cara mereka sendiri untuk menghadapi rasa sakit mereka. Hal ini menunjukkan bahwa perjalanan setiap orang melewati kesedihan berbeda-beda, dan tidak ada cara yang benar atau salah untuk merasa lebih baik.)


CONCLUSION

The Phone Booth at the Edge of the World is a book about dealing with sadness, healing, and remembering the people we love. It's got an interesting idea of a wind phone, where you can talk to loved ones who aren't here anymore. It's like a symbol for how we cope with tough times and hold on to memories of those we've lost. The book also shows a bit about Japanese culture and beliefs. Plus, the short chapters make it easy to read, and the characters feel real. It's a reminder that everyone deals with sadness differently, and that's completely okay.

(The Phone Booth at the Edge of the World adalah sebuah buku tentang mengatasi kesedihan, penyembuhan, dan mengingat orang-orang yang kita cintai. Ada ide menarik tentang wind phone, di mana kita dapat berbicara dengan orang-orang terkasih yang sudah tidak ada di sini lagi. Ini seperti simbol bagaimana kita menghadapi masa-masa sulit dan menyimpan kenangan akan orang-orang yang telah hilang. Buku ini juga menunjukkan sedikit tentang budaya dan kepercayaan Jepang. Ditambah lagi, bab-babnya yang pendek membuatnya mudah dibaca, dan karakternya terasa nyata. Ini adalah pengingat bahwa setiap orang menghadapi kesedihan secara berbeda, dan itu sama sekali tidak masalah.)

0 Comments

don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!

Note: only a member of this blog may post a comment.