Mr. Katō Plays Family by Milena Michiko Flašar | Book Review

 


Mr. Katō Plays Family by Milena Michiko Flašar is marketed as a mix of A Man Called Ove and Beautiful World Where Are You, which got me super interested right away. It talks about retirement, imagination, family, and how relationships can get pretty complicated. The story follows a man whose name is unknown in Japan who's retired, and he spends his days walking around, thinking about life and considering getting a dog, even though his wife isn't into it.

Then, one day, he meets Mie, who tells him about an agency called Happy Family. They set people up with stand-in family members for different situations. He's curious, so he signs up and becomes Mr. Katō. He starts taking on all kinds of roles, which makes him question who he really is.

(Mr. Katō Plays Family oleh Milena Michiko Flašar dipasarkan sebagai kombinasi dari A Man Called Ove dan Beautiful World Where Are You, yang langsung membuat aku sangat tertarik. Buku ini berbicara tentang masa pensiun, imajinasi, keluarga, dan bagaimana hubungan bisa menjadi sangat rumit. Ceritanya mengikuti seorang pria yang namanya tidak diketahui yang tinggal di Jepang dan sudah pensiun, dan dia menghabiskan hari-harinya dengan berjalan-jalan, memikirkan tentang kehidupan dan mempertimbangkan untuk memelihara anjing, meskipun istrinya tidak menyukainya.

Lalu, suatu hari, dia bertemu Mie, yang bercerita tentang sebuah agensi bernama Happy Family. Mereka mengatur pertemuan orang-orang dengan anggota keluarga pengganti untuk berbagai situasi yang berbeda. Dia penasaran, jadi dia mendaftar dan menjadi Tuan Katō. Dia mulai mengambil segala macam peran, yang membuatnya mempertanyakan siapa dia sebenarnya.)


BOOK INFORMATION

Title                       : Mr. Katō Plays Family 

German title       : Herr Katö spielt Familie

Author                  : Milena Michiko Flašar 

Translator           : Caroline Froh

Publisher             : Forge Books

Language             : English 

Length                  : 208 pages

Released               : June 20, 2023

Read                     : August 27-30, 2023

GR Rating            : 3.26

My rating             : 2.50


BOOK REVIEW

Mr. Katō Plays Family by Milena Michiko Flašar dives into life, retirement, family, relationship and how our minds work. Flašar writes in a way that lets us follow the thoughts of the main character, who starts as a nameless man but later becomes Mr. Katō, a retired man living in Japan.

The main theme of the book is retirement and how it makes Mr. Katō think about his life. His daily walks are like a time for him to look back on his choices and think about all the things he wishes he'd done differently. It's like he's dealing with what they call 'retired husband syndrome,' where you're figuring out what to do with all this free time but also missing the old days.

The writing style lets us get inside Mr. Katō's head. We get to hear all his thoughts and feelings, like we're right there with him on his walks. It's a dive into his mind, showing us what he wants, what he regrets, and how he sees himself and the choices he's made.

The book has a sort of dreamy vibe where it's hard to tell what's real, what's in Mr. Katō's head, and what's happening around him. This dreaminess makes the story feel different and kind of like a maze, where you're trying to figure out his thoughts and feelings.

In the story, there's an agency called Happy Family that gives people fake family members. It's like a small version of what people really want from their families. The people who use Happy Family are looking for something specific, like making up for lost time or just feeling loved. It shows that everyone wants deep connections with their family, no matter what they've been through.

(Mr. Katō Plays Family oleh Milena Michiko Flašar menyelami kehidupan, masa pensiun, keluarga, hubungan, dan cara kerja pikiran kita. Flašar menulis dengan cara yang memungkinkan kita mengikuti pemikiran karakter utama, yang diperkenalkan sebagai seorang pria tanpa nama tetapi kemudian menjadi Tuan Katō, seorang pensiunan yang tinggal di Jepang.

Tema utama buku ini adalah masa pensiun dan bagaimana hal itu membuat Tuan Katō berpikir tentang hidupnya. Jalan-jalannya sehari-hari adalah saat baginya untuk mengingat kembali pilihan-pilihannya dan memikirkan semua hal yang ingin ia lakukan secara berbeda. Sepertinya dia sedang menghadapi apa yang disebut 'sindrom suami pensiunan', di mana kita memikirkan apa yang harus dilakukan dengan semua waktu luang ini tetapi juga merindukan masa lalu.

Gaya penulisannya memungkinkan kita masuk ke dalam kepala Tuan Katō. Kita bisa mendengar semua pikiran dan perasaannya, seolah kita berada di sana bersamanya saat berjalan-jalan. Buku ini menyelami pikirannya, menunjukkan kepada kita apa yang dia inginkan, apa yang dia sesali, dan bagaimana dia memandang dirinya sendiri dan pilihan yang telah dia buat.

Buku ini memiliki semacam dreamy vibe di mana sulit untuk mengatakan apa yang nyata, apa yang ada di pikiran Tuan Katō, dan apa yang terjadi di sekitarnya. Kualitas ini membuat ceritanya terasa berbeda dan seperti labirin, di mana kita mencoba mencari tahu pikiran dan perasaannya.

Dalam ceritanya, ada agensi bernama Happy Family yang memberikan anggota keluarga palsu kepada orang-orang. Ini seperti versi kecil dari apa yang sebenarnya diinginkan orang-orang dari keluarga mereka. Orang-orang yang menggunakan Happy Family mencari sesuatu yang spesifik, seperti mengganti waktu yang hilang atau sekadar merasa dicintai. Ini menunjukkan bahwa setiap orang menginginkan hubungan yang mendalam dengan keluarga mereka, tidak peduli apa yang telah mereka lalui.)


THE DRAWBACKS

■ Writing style: The way the story is written in stream of consciousness style, with all those thoughts jumping around in Mr. Katō's head, can be a bit tricky. Sometimes, it's hard to tell what's really happening and what he's just thinking about. 

■ Translation: The book was originally written in German and then translated into English. Sometimes, things get lost in translation, like jokes or little cultural details. 

■ Setting: Even though the story takes place in Japan, the descriptions don't really make you feel like you're there. The place felt more like somewhere in Europe, which is a letdown if you were expecting a more Japanese vibe.

(■ Gaya penulisan: Cara cerita ditulis dengan gaya stream of consciousness, dengan semua pemikiran yang terlintas di kepala Tuan Katō, bisa jadi agak rumit. Terkadang, sulit untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang baru saja dia pikirkan.

■ Terjemahan: Buku ini awalnya ditulis dalam bahasa Jerman dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Terkadang, ada hal-hal yang hilang dalam terjemahan, seperti lelucon atau sedikit detail budaya.

■ Setting: Meskipun ceritanya terjadi di Jepang, deskripsinya tidak terlalu membuat kita merasa seperti berada di sana. Tempat ini terasa lebih seperti di suatu tempat di Eropa, yang merupakan kekecewaan jika kita mengharapkan suasana yang lebih Jepang.)


THE COMPARISON

The main characters, Ove and Mr. Katō, are pretty different from each other. Ove, from A Man Called Ove, is a grumpy man who sticks to his routines and doesn't really like people much. On the other hand, Mr. Katō in Mr. Katō Plays Family is more of a dreamer and less grumpy, which gives the story a different feel.

Both books are about retired people trying to figure out what to do with their lives and dealing with feeling lonely. They spend a lot of time thinking about their past and trying to understand themselves better. But even though they're both retired and thinking a lot, they have different personalities, which makes their stories interesting in different ways.

In A Man Called Ove, the focus is mostly on Ove's relationships with his neighbors and how they change him. But in Mr. Katō Plays Family, it's more about the idea of family itself. Mr. Katō becomes like a pretend family member for people who need one, so you get to see all these different family connections and how complicated they can be.

There's a big difference in how the stories are told. A Man Called Ove keeps things pretty straightforward, so it's easy to follow along with what's happening and who's who. But in Mr. Katō Plays Family, the storytelling style is more into a stream of consciousness. That means it can get a bit hard to figure out what's going on sometimes.

Also, the pace of the stories is different. A Man Called Ove keeps things moving along at a good speed all the way through. It makes sure to sprinkle interesting aspects throughout the book, so you're always interested to the story. On the other hand, Mr. Katō Plays Family starts off a bit slow. It takes its time to get into the main story, and the beginning and end parts aren't as exciting as the middle part.

(Karakter utamanya, Ove dan Tuan Katō, sangat berbeda satu sama lain. Ove, dari A Man Called Ove, adalah pria pemarah yang selalu mengikuti rutinitasnya dan tidak terlalu menyukai orang lain. Di sisi lain, Tuan Katō dalam Mr. Katō Plays Family lebih seperti seorang pemimpi dan tidak terlalu pemarah, sehingga memberikan nuansa cerita yang berbeda.

Kedua buku ini berkisah tentang para pensiunan yang mencoba mencari tahu apa yang harus dilakukan dalam hidup mereka dan mengatasi perasaan kesepiannya. Mereka menghabiskan banyak waktu memikirkan masa lalu mereka dan mencoba memahami diri mereka sendiri dengan lebih baik. Namun meski sama-sama sudah pensiun dan banyak berpikir, mereka memiliki kepribadian berbeda, yang membuat cerita mereka menarik dengan cara berbeda.

Dalam A Man Called Ove, sebagian besar fokusnya adalah pada hubungan Ove dengan tetangganya dan bagaimana mereka mengubahnya. Tapi di Mr. Katō Plays Family, ini lebih tentang ide keluarga itu sendiri. Tuan Katō menjadi seperti anggota keluarga palsu bagi orang-orang yang membutuhkannya, jadi kita bisa melihat semua hubungan keluarga yang berbeda ini dan betapa rumitnya hal itu.

Ada perbedaan besar dalam cara penyampaian cerita. A Man Called Ove membuat segalanya tetap lugas, sehingga mudah untuk mengikuti apa yang terjadi dan siapa adalah siapa. Namun dalam Mr. Katō Plays Family, gaya berceritanya lebih ke stream of consciousness. Artinya, terkadang agak sulit untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.

Selain itu, pacing ceritanya juga berbeda. A Man Called Ove membuat segala sesuatunya berjalan dengan kecepatan yang baik sepanjang perjalanan. Buku ini memastikan untuk menyebarkan semua aspek menarik di seluruh buku, sehingga kita selalu tertarik dengan ceritanya. Di sisi lain, Mr. Katō Plays Family dimulai agak lambat. Butuh waktu lama untuk masuk ke cerita utama, dan bagian awal dan akhir tidak semenarik bagian tengahnya.)


CONCLUSION

Mr. Katō Plays Family is a book that dives into the ups and downs of life, family, and what it means to retire. It's written in a style that lets you really get into the main character's head, but sometimes, it can be a bit tricky to follow if you prefer a simpler story. Some things might have been lost in translation from the original German, and the book might not capture the vibe of Japan as well as expected. Still, it's a book that gets you thinking about your own life choices, the importance of family, and why we all crave connections with others.

(Mr Katō Plays Family adalah buku yang menyelami naik turunnya kehidupan, keluarga, dan apa artinya masa pensiun. Buku ini ditulis dengan gaya yang memungkinkan kita benar-benar memahami isi kepala karakter utama, tetapi terkadang, ini bisa agak sulit untuk diikuti jika kita lebih suka cerita yang lebih sederhana. Beberapa hal mungkin hilang dalam proses alih bahasa dari bahasa Jerman aslinya, dan buku ini kurang menangkap suasana Jepang sebaik yang diharapkan. Namun, ini adalah buku yang membuat kita berpikir tentang pilihan hidup kita sendiri, pentingnya keluarga, dan mengapa kita semua mendambakan hubungan dengan orang lain.)

0 Comments

don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!

Note: only a member of this blog may post a comment.