Blood Over Bright Haven by M.L. Wang is a dark academia fantasy novel set in the city of Tiran, a place where magic powered this safe haven. The story follows Sciona, a young woman who’s spent years studying magic with the dream of becoming the first woman to join the High Magistry, a prestigious and male-dominated institution. But when she finally achieves her goal, she faces the harsh reality of gender discrimination within. Along the way, Sciona’s life intersects with Thomil, a janitor from the outside city’s walls. Thomil belongs to the Kwen, a dying race that’s been devastated by a deadly force called the Blight. He comes to Tiran seeking safety and answers, but his arrival brings to light both the tragic past of his people and the darker secrets of the city. Together, Sciona and Thomil work to uncover an ancient secret that could change their society and the world.
(Blood Over Bright Haven oleh M.L. Wang adalah novel fantasi dark academia yang berlatar di kota Tiran, tempat di mana sihir menjadi sumber kehidupan kota. Cerita ini mengikuti kehidupan Sciona, seorang perempuan yang menghabiskan waktu bertahun-tahun mempelajari sihir dengan impian menjadi perempuan pertama yang bergabung dengan High Magistry, sebuah institusi bergengsi dan didominasi laki-laki. Namun ketika dia akhirnya mencapai tujuannya, dia menghadapi kenyataan pahit diskriminasi gender di dalamnya. Sepanjang jalan, kehidupan Sciona bersinggungan dengan Thomil, seorang petugas kebersihan dari luar tembok kota. Thomil berasal dari Kwen, ras yang hampir punah yang telah dihancurkan oleh kekuatan mematikan yang disebut Blight. Dia datang ke Tiran untuk mendapatkan keselamatan dan jawaban, tetapi kedatangannya mengungkap masa lalu tragis bangsanya dan rahasia kota yang lebih gelap. Bersama-sama, Sciona dan Thomil bekerja untuk mengungkap rahasia kuno yang dapat mengubah masyarakat dan dunia mereka.)
BOOK REVIEW
One of the things I like about Blood Over Bright Haven is how it talks about gender injustice. Sciona’s struggle to be taken seriously in the male-dominated High Magistry shows the challenges women face in a society that believes men should have all the power. She starts off just trying to fit in with those expectations, but as she grows, she realizes how much she has to change in herself and challenge the system. It really made me think about how real change doesn’t just come from one person fighting for it, but from everyone rethinking the way society is built to hold some people back.
This book also has a lot to say about privilege and social class. The divide between the privileged mage class in Tiran and the oppressed Kwen tribe is a clear reflection of real-world issues like racism and classism. Thomil, who is from the Kwen tribe, works as a janitor in Tiran, and through his eyes, we get to see the impact of being treated as less-than because of where you come from.
One of my favorite parts of the book is how it shows the importance of understanding people from different backgrounds. Sciona and Thomil’s relationship is a great example of this. At first, they seem like they come from completely different worlds, but as they get to know each other, they help each other see things differently. Thomil’s experiences help Sciona understand her society in a new way, and it teaches us the value of empathy, being open to new perspectives, and working together to make the world a better place.
What I think really makes Blood Over Bright Haven stand out is how it blends some powerful themes with an amazing, complex world. The story isn’t just about magic and power, but also about the deep issues that shape how people live and interact. It made me reflect on the systems of oppression we see in our world and think about how embracing diversity and understanding others can create a fairer, more just society.
The magic system in Blood Over Bright Haven is a powerful symbol of what happens when people have too much power and use it without thinking. Magic in Tiran is something that can be used for personal gain, but the characters quickly realize that using it carelessly can have terrible consequences. This is especially true when they see how their actions affect not just themselves, but the entire society. The story shows us that real power isn’t just about being able to control something, but understanding the consequences and being responsible for how you use it. Magic in this book teaches us that using power without considering the cost can lead to major problems.
The Blight, a deadly plague in the story, is another strong symbol that represents the harm caused by colonialism and exploitation. The Blight is linked to the forced migration, cultural loss, and environmental destruction that people experience when their land and way of life are taken from them. The Kwen tribe, who flee their homeland to escape the Blight, are forced to abandon their traditions to survive in Tiran, much like indigenous groups who are pressured to assimilate under colonial rule. The novel shows how power, whether it’s magic or societal systems, can destroy cultures and push people to the brink of losing their identity.
Another key theme in the book is the search for truth. As Sciona and Thomil uncover hidden secrets, they start to question the very foundations of Tiran’s society. This search forces them to face uncomfortable truths that not only change the way they see their world but also come with heavy personal costs. The book teaches us that searching for truth is both about finding facts abd confronting the uncomfortable realities that people try to ignore. In a world built on denial, seeking the truth is a brave act that can change everything.
One of the most interesting things about Blood Over Bright Haven is how it shows the relationship between religion, power, and knowledge. In Tiran, religion is deeply connected to the power structures, and it’s used to justify the actions of the rulers. The leaders are seen as being divinely chosen, which creates the illusion that their authority is unquestionable. The story points out how religion can be used by those in power to keep certain people in their place, especially when it comes to gender and social class. This makes it even harder for marginalized groups to challenge their position in society.
This book also critiques how the combination of religion and education in Tiran creates a system where knowledge is only accessible to the elite. In this society, education is about maintaining control. The ruling class uses education to make their way of thinking seem like the only valid one, pushing aside other perspectives and silencing anyone who disagrees. This is similar to how, in the real world, religious and educational institutions have sometimes been used to support oppressive systems and keep things the way they are. The novel makes you think about how these systems, which should help people, can instead be used to control and oppress others.
(Salah satu hal yang aku suka dari Blood Over Bright Haven adalah bagaimana buku ini membahas tentang ketidakadilan gender. Perjuangan Sciona untuk dianggap serius di High Magistry yang didominasi laki-laki menunjukkan tantangan yang dihadapi perempuan dalam masyarakat yang percaya bahwa laki-laki harus memiliki semua kekuasaan. Awalnya, ia hanya mencoba untuk menyesuaikan diri dengan berbagai ekspektasi tersebut, tetapi seiring berjalannya waktu, ia menyadari betapa banyak yang harus ia ubah dalam dirinya dan menentang sistem. Buku ini benar-benar membuat saya berpikir tentang bagaimana perubahan nyata tidak hanya datang dari satu orang yang memperjuangkannya, tetapi dari setiap orang yang memikirkan kembali cara masyarakat dibangun untuk menahan beberapa orang.
Buku ini juga banyak membahas tentang hak istimewa dan kelas sosial. Kesenjangan antara kelas pengguna sihir istimewa di Tiran dan suku Kwen yang tertindas merupakan cerminan yang jelas dari isu-isu dunia nyata seperti rasisme dan klasisme. Thomil, yang berasal dari suku Kwen, bekerja sebagai petugas kebersihan di Tiran, dan melalui pandangannya, kita dapat melihat dampak dari diperlakukan kurang baik dan dilihat sebagai orang yang lebih rendah karena asal usulnya.
Salah satu bagian favoritku dari buku ini adalah bagaimana buku ini menunjukkan pentingnya memahami orang-orang dari latar belakang yang berbeda. Hubungan Sciona dan Thomil adalah contoh yang bagus untuk hal ini. Awalnya, mereka tampak seperti berasal dari dunia yang sama sekali berbeda, tetapi saat mereka saling mengenal, mereka saling membantu melihat berbagai hal secara berbeda. Pengalaman Thomil membantu Sciona memahami masyarakatnya dengan cara baru, dan mengajarkan kita nilai empati, bersikap terbuka terhadap perspektif baru, dan bekerja sama untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik.
Menurutku, yang benar-benar membuat Blood Over Bright Haven menonjol adalah bagaimana buku ini memadukan beberapa tema yang kuat dengan dunia yang kompleks. Ceritanya bukan hanya tentang sihir dan kekuatan, tetapi juga tentang isu-isu mendalam yang membentuk cara orang hidup dan berinteraksi. Hal ini membuat aku merenungkan sistem penindasan yang kita lihat di dunia kita dan berpikir tentang bagaimana menerima keberagaman dan memahami orang lain dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.
Magic system dalam Blood Over Bright Haven merupakan simbol yang kuat tentang apa yang terjadi ketika seseorang memiliki terlalu banyak kekuatan dan menggunakannya tanpa berpikir panjang. Sihir di Tiran adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk keuntungan pribadi, tetapi karakternya segera menyadari bahwa menggunakannya secara sembarangan dapat menimbulkan konsekuensi yang mengerikan. Hal ini terutama berlaku ketika mereka melihat bagaimana tindakan mereka tidak hanya memengaruhi diri mereka sendiri, tetapi juga seluruh masyarakat. Cerita ini menunjukkan kepada kita bahwa kekuatan yang sebenarnya bukan hanya tentang kemampuan mengendalikan sesuatu, tetapi memahami konsekuensinya dan bertanggung jawab atas cara kita menggunakannya. Sihir dalam buku ini mengajarkan kita bahwa menggunakan kekuatan tanpa mempertimbangkan akibatnya dapat menyebabkan masalah besar.
Blight, kekuatan mematikan dalam cerita ini, merupakan simbol lainnya yang mewakili kerusakan yang disebabkan oleh kolonialisme dan eksploitasi. Blight dikaitkan dengan migrasi paksa, hilangnya budaya, dan kerusakan lingkungan yang dialami orang-orang ketika tanah dan cara hidup mereka diambil dari mereka. Suku Kwen, yang melarikan diri dari tanah air mereka untuk menghindari Blight, dipaksa meninggalkan tradisi mereka untuk bertahan hidup di Tiran, seperti kelompok adat yang ditekan untuk berasimilasi di bawah kekuasaan kolonial. Novel ini menunjukkan bagaimana kekuasaan, baik itu sihir atau sistem sosial, dapat menghancurkan budaya dan mendorong orang ke ambang kehilangan identitas mereka.
Tema utama lain dalam buku ini adalah pencarian kebenaran. Saat Sciona dan Thomil mengungkap rahasia tersembunyi, mereka mulai mempertanyakan dasar dari masyarakat Tiran. Pencarian ini memaksa mereka untuk menghadapi kebenaran yang tidak mengenakkan yang tidak hanya mengubah cara mereka melihat dunia tetapi juga menimbulkan kekecewaan yang besar. Buku ini mengajarkan kita bahwa mencari kebenaran adalah tentang menemukan fakta dan menghadapi kenyataan yang tidak mengenakkan yang coba diabaikan orang-orang. Di dunia yang dibangun di atas penyangkalan, mencari kebenaran adalah tindakan berani yang dapat mengubah segalanya.
Salah satu hal paling menarik tentang Blood Over Bright Haven adalah bagaimana buku ini menunjukkan hubungan antara agama, kekuasaan, dan pengetahuan. Di Tiran, agama sangat terkait dengan struktur kekuasaan, dan digunakan untuk membenarkan tindakan para penguasa. Para pemimpin dianggap sebagai orang yang dipilih secara ilahi, yang menciptakan ilusi bahwa otoritas mereka tidak perlu dipertanyakan lagi. Cerita ini menunjukkan bagaimana agama dapat digunakan oleh mereka yang berkuasa untuk mempertahankan posisi orang-orang tertentu, terutama dalam hal gender dan kelas sosial. Hal ini membuat kelompok-kelompok yang terpinggirkan semakin sulit untuk menantang posisi mereka di masyarakat.
Buku ini juga mengkritik bagaimana kombinasi agama dan pendidikan di Tiran menciptakan sistem di mana pengetahuan hanya dapat diakses oleh kaum elit. Dalam masyarakat ini, pendidikan adalah tentang mempertahankan kendali. Kelas penguasa menggunakan pendidikan untuk membuat cara berpikir mereka tampak seperti satu-satunya yang valid, menyingkirkan perspektif lain, dan membungkam siapa pun yang tidak setuju. Hal ini mirip dengan bagaimana, di dunia nyata, lembaga agama dan pendidikan terkadang digunakan untuk mendukung sistem yang menindas dan mempertahankan keadaan sebagaimana adanya. Novel ini membuat kita berpikir tentang bagaimana sistem-sistem ini, yang seharusnya membantu orang-orang, justru dapat digunakan untuk mengendalikan dan menindas orang lain.)
THINGS I LOVE
■ One of the best things about this book is its characters. Sciona and Thomil are both complex and well-developed. Sciona is super relatable because she’s ambitious, determined, and definitely not perfect. Watching her grow as she learns to face her own biases and change is really satisfying. Thomil, on the other hand, adds a fresh perspective. As an outsider, he sees things differently, which helps Sciona understand her world better. Their relationship grows in such a meaningful way, with both of them teaching each other new things.
■ I also like how the book dives into important themes like gender inequality, social classes, survival, and the price of power. These issues are blended into the characters’ journeys in a way that feels natural, not preachy. It’s interesting how the book explores how societal rules limit and shape people, especially when it comes to gender and class.
■ The setting of Tiran, a city where magic and industrial setting come together, is also super unique. It gives off a different dark academia vibe, which I love.
■ Another thing I love is how the book critiques real-world problems like gender oppression, racism, and the abuse of power. These themes are integrated into the plot in a way that feels real and important, not just for the story but for the world we live in which makes the book not only fun to read but also meaningful.
■ I also love that Blood Over Bright Haven is a standalone book. The story wraps up nicely with a bold, satisfying ending. You don’t have to commit to a long series to get a complete, fulfilling experience, which I think is great for readers who want a deep, one-time read.
■ The magic system in this book blends science and magic in a really cool way. With things like Spellographs, Spellwebs, and others, the magic feels unique and logical. I really like how the system is based on programming logic, which makes it easy to understand.
(■ Salah satu hal terbaik dari buku ini adalah karakter-karakternya. Sciona dan Thomil sama-sama kompleks dan berkembang dengan baik. Sciona sangat mudah dipahami karena dia ambisius, bertekad, dan jelas tidak sempurna. Melihatnya berubah saat dia belajar menghadapi bias dan perubahannya sendiri benar-benar satisfying. Di sisi lain, Thomil menambahkan perspektif baru. Sebagai orang luar, dia melihat berbagai hal secara berbeda, yang membantu Sciona memahami dunianya dengan lebih baik. Hubungan mereka tumbuh dengan cara yang sangat berarti, dengan keduanya saling mengajarkan hal-hal baru.
■ Aku juga suka bagaimana buku ini menyelami tema-tema penting seperti ketidaksetaraan gender, kelas sosial, kelangsungan hidup, dan dampak kekuasaan. Isu-isu ini dipadukan ke dalam perjalanan karakter dengan cara yang terasa alami dan tidak menggurui. Sangat menarik bagaimana buku ini mengeksplorasi bagaimana aturan masyarakat membatasi dan membentuk orang, terutama dalam hal gender dan kelas.
■ Latar Tiran, kota tempat sihir dan dunia industri bersatu, juga sangat unik. Buku ini memberikan vibes dark academia dan berbeda, yang aku sukai.
■ Hal lain yang aku sukai adalah bagaimana buku ini mengkritik masalah dunia nyata seperti penindasan gender, rasisme, dan penyalahgunaan kekuasaan. Tema-tema ini terintegrasi ke dalam alur cerita dengan cara yang terasa nyata dan penting, tidak hanya untuk ceritanya tetapi juga untuk dunia tempat kita hidup yang membuat buku ini tidak hanya menyenangkan untuk dibaca tetapi juga bermakna.
■ Aku juga suka Blood Over Bright Haven karena standalone. Ceritanya berakhir dengan baik dengan akhir yang berani dan memuaskan.
■ Magic system dalam buku ini memadukan sains dan sihir dengan cara yang sangat keren. Dengan hal-hal seperti Spellograph, Spellweb, dan lainnya, sihir di buku ini terasa unik dan logis. Aku sangat menyukai bagaimana sistem ini berdasarkan pada logika pemrograman, yang membuatnya mudah dipahami.)
CONCLUSION
Blood Over Bright Haven is an engaging book that stands out for its strong characters and well-built world. It talks about important themes like gender inequality, social class, and the abuse of power, which make you think about the real world while getting lost in a fascinating fantasy setting. The relationship between Sciona and Thomil is one of my favorite parts, besides the unique magic system and the dark academia vibes. The way the book blends social commentary with a bold, satisfying ending makes it memorable. If you enjoy fantasy that has layers of meaning and connects to real-world issues, Blood Over Bright Haven is definitely worth reading.
(Blood Over Bright Haven adalah buku menarik yang menonjol karena karakternya yang kuat dan dunianya yang dibangun dengan baik. Buku ini membahas tema-tema penting seperti ketidaksetaraan gender, kelas sosial, dan penyalahgunaan kekuasaan, yang membuat kita berpikir tentang dunia nyata sambil tenggelam dalam latar fantasi yang menarik. Hubungan antara Sciona dan Thomil adalah salah satu bagian favorit aku, selain magic system yang unik dan dark academia vibesnya. Cara buku ini memadukan komentar sosial dengan akhir yang berani dan memuaskan membuat ceritanya mudah diingat. Jika kalian menyukai fantasi yang memiliki makna berlapis dan terkait dengan isu-isu dunia nyata, Blood Over Bright Haven adalah buku yang layak dibaca.)
0 Comments
don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!
Note: only a member of this blog may post a comment.