[ Reflection ] Hentikan Saja di Kamu


lailiving reflection stop


Belakangan ini satu kalimat yang selalu ada di pikiran saya adalah “menyebarkan keburukan lebih mudah daripada menyebarkan kebaikan”. Hal itu sering terjadi. Perkataan mengenai keburukan orang atau pihak lain lebih mudah diterima dan disebarkan daripada sebuah informasi penting mengenai prosedur resmi dari lembaga tertentu yang ditujukan untuk membantu orang banyak. Kita lebih berfokus pada berita buruk yang belum tentu benar daripada berfokus pada informasi penting yang membantu kehidupan kita.

Gosip mengenai A melakukan kejahatan lebih mudah tersebar daripada sosialisasi mengenai syarat mendapatkan surat pengantar dari RT dan RW setempat.

Perkataan satu orang mengenai keluarga B yang tidak baik lebih mudah diterima daripada informasi penting untuk memback-up data ponsel secara periodik.

Post yang kontroversial di media sosial mengenai keburukan satu pihak kebanyakan lebih ramai dengan likes dan komentar daripada post yang netral dan bermanfaat.

Foto mengenai korban kecelakaan dengan caption yang tidak sesuai kenyataan lebih mudah disebarkan begitu saja lewat jaringan chat daripada post resmi dari lembaga yang berkaitan dengan kejadian.

Ajakan untuk melakukan boikot atas sesuatu yang tidak jelas lebih mudah diterima daripada ajakan untuk menjaga kebersihan saat makan di rumah makan atau menggunakan fasilitas umum.

Apakah cara penyampaian berita buruk terlihat lebih menyenangkan? Apakah foto korban kecelakaan dan bencana alam terlihat ‘menyenangkan’ dan ‘asik’ untuk dibagikan dan dijadikan bahan pembicaraan? Bagaimana jika yang disitu adalah foto kita yang disebarkan dengan caption yang tidak benar tanpa seijin kita?

Apakah manusia hanya mau menerima hal-hal tidak baik dan ingin menjadi orang pertama yang menyebarkannya? Apakah sesuatu yang tidak jelas sumbernya terlihat lebih keren?

Apakah ada kebahagiaan dari menyebarkan berita buruk dan kebohongan mengenai orang lain? Apakah tidak ada penyesalan setiap kali mengetikkan kalimat-kalimat yang menyakiti hati orang lain? Apakah kita sudah merasa jauh lebih baik daripada seluruh manusia di bumi? Apakah dengan membagikan kebencian, kita merasa  lebih mulia?

Sebenarnya untuk apa tujuan kita hidup di dunia? Apakah kita dilahirkan hanya untuk menyakiti, membenci dan menyebarkan keburukan? Apakah kita yang memiliki segala fasilitas  untuk mengakses informasi ini menggunakannya hanya untuk menyakiti orang yang bahkan tidak kita ketahui siapa orangnya?

Tidak.
Kita bukan seperti itu.

Kita ingin hidup bermanfaat bagi orang lain. Kita ingin dicintai orang lain. Kita tidak ingin sendirian. Kita tidak ingin merasa kesepian. Kita tidak ingin merasa ketakutan.
Terkadang kita merasakan sakit hati, kekecewaan, dan ketidaksukaan. Terkadang kehidupan tidak seperti yang kita inginkan. Terkadang semuanya terlihat salah.

Hanya saja kita tidak tahu bagaimana menghadapinya. Kita tidak tahu bagaimana kita bisa menjadi orang yang bermanfaat dengan cara yang baik. Kita tidak tahu bagaimana kita menyampaikan bahwa kita ingin dicintai dan dipercayai. Kita tidak tahu bagaimana ketakutan kita akan kesepian dan kesendirian dan atas hal-hal yang tidak jelas itu pergi dari pikiran kita.

Kita pun tidak tahu bagaimana mengobati sakit hati dan kekecewaan. Kita juga tidak tahu apa yang harus kita perbuat saat kehidupan terlihat sulit dan serba salah.

Kita perlu berhenti.
Berhenti berbicara hal-hal buruk. Kepada siapapun. Kepada orang lain. Kepada diri sendiri.
Berhenti membagikan hal-hal yang cenderung negatif dan memancing perasaan tidak nyaman mengenai apapun kepada siapapun.

Berhenti berbuat hal yang menambah daftar hal negatif dalam diri kita.

Tuliskan semua keburukan, perasaan negatif, hal-hal yang tidak jelas, kebencian pada sesuatu dan semua ketidaknyamanan kita tersebut hanya untuk diri kita, hanya kita yang mengetahuinya. 

Tuliskan semuanya seburuk apapun kata-kata yang kita gunakan, karena hanya kita yang membacanya. Jangan biarkan orang lain ikut merasakan ketidaknyamanan dan kebencian yang kita rasakan.

Biarkan semua broadcast message yang tidak jelas asal usulnya. Biarkan pesan-pesan kebencian dari siapapun untuk siapapun tetap seperti itu. Biarkan semuanya berhenti di situ.

Saya cukup tahu. Kamu cukup tahu.
Orang lain tidak.

Jika ada sebuah buku berjudul “Jangan Berhenti di Kamu”, maka untuk hal ini saya bisa katakan “Hentikan Saja di Kamu”.

4 Comments

  1. Setuju banget la, suka sebel kalo ada temen atau sodara di grup bagikan foto korban gitu atau berita2 hoax yg ga jelas

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya mbak, harusnya foto kayak begitu jangan disebar, kasihan korban dan juga penerima fotonya kalo ada yang fobia darah dan semacamnya :"

      Delete
  2. Saya sangat senang membacanya. Tapi realitanya memang seperti itu. Sepertinya hal negatif lebih laku secara komersiil. dan mendapatkan lebih banyak perhatian dan pembacanya.
    Berita baik, sulit sekali.
    Atau mungkin mereka hanya butuh hiburan saja, entahlah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih sudah mampir. Mungkin juga berita negatif lebih menarik daripada berita baik yangterlihat sudah 'biasa' dibaca :"

      Delete

don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!

Note: only a member of this blog may post a comment.