Mereka Bilang Ada Toilet di Hidungku by Ruwi Meita | Book Review

 

mereka bilang ada toilet di hidungku book review

Hai, hai, kali ini karena temanya curhat hari ini, aku mau curhat tentang buku seru yang aku baca sampai habis seharian pas libur kemarin. Lebih tepatnya kayak review dan bagi-bagi pendapatku mengenai buku karya Kak Ruwi Meita ini. Kemarin setelah menamatkan Emma by Jane Austen yang kalau edisi cetakan gramedia yang covernya pink kan setebal 600-an halaman ya, berasa langsung lega. Buku Emma ini adalah buku yang aku pilih untuk Orilium Spring Equinox readathon untuk prompt intimidating book. Setelah baca yang tebel-tebel dan klasik, pengen rasanya baca yang sesuai mood aku minggu ini yaitu dystopia atau post apocalyptic books. Lagi di mood yang kayak gini gara-gara DREAMCATCHER rilis album baru dengan lead track MAISON yang keren banget dengan pesan yang bagus tentang menyelamatkan bumi dari kehancuran. Lagu dan MV keren ini sukses bikin aku jadi pengen baca buku sci-fi yang either dystopia atau post-apocalypse, pokoknya yang manusia hidupnya menderita dan sistemnya jauh berbeda dengan saar ini (hahaha). Kutemukan juga buku ini di deretan buku ber-tag dystopia. Selain karya penulis lokal, juga karena judul dan blurbnya unik sih.

 

Mereka Bilang Ada Toilet di Hidungku by Ruwi Meita Book Review

 

Length                                    : 7 hours (approx) / 303 pages

Narrator                                  : Dina Amalina

Date released                          : July 8, 2019

Date read                                : April 15, 2022

Goodreads rating                    : 3,90

My rating                                : 4,50

Keywords                                : Young Adult, Science Fiction, Dystopia, Indonesian Literature

Trigger Warning                      : bullying, another form of racism, death

Where to read                          : Storytel, Gramedia Digital

 

Blurb :

“Setiap hari Imalovix menjadi bahan olok-olok karena statusnya sebagai anak rahim asli. Pada zaman itu, anak-anak rahim asli dianggap kelas bawah karena kualitasnya jauh dibanding anak-anak rahim kaca yang merupakan anak unggulan, terbaik, dan kebal terhadap virus. Imalovix tidak bisa mengelak karena dia memiliki tanda lahir di bagian yang tak bisa ia sembunyikan: mata.

 

Suatu hari, kakeknya memberikan sebuah jurnal yang ditulis seribu tahun lalu oleh seorang gadis bernama Kecubung. Seperti Ima, Kecubung memiliki tanda lahir di hidungnya dan itu membuatnya juga diolok-olok. Dengan kemarahan karena merasa dikasihani, Imalovix mengembalikan jurnal itu kepada kakeknya.

 

Namun, kemarahan itu justru menimbulkan kedukaan lain, hingga Imalovix pun berharap bisa mendapatkan jurnal itu kembali.

 

Ada bagian dalam kehidupan ini yang harus tetap berjalan alami, dan ilmu pengetahuan tidak selamanya menjadi sebuah jawaban.” (Goodreads)

 

My Thoughts :

Aku dengerin buku ini lewat aplikasi Storytel. Waktu didengerin emang awalnya agak aneh dengan kata-kata dan istilah baru yang berasal dari Bahasa Indonesia dan Jawa. Bahasa gaul di buku ini pun bukan lo-gue, tapi koe-qyu. Lo-gue ternyata sudah menjadi bahasa gaul beberapa ratus tahun yang lalu (atau ribu ya? Yang bisa kita lihat langsung dari cuplikan Jurnal Kecubung yang muncul di bagian awal atau akhir tiap bab). Nama-nama wilayah dan bahkan negara Indonesia pun sudah berubah. Kondisi bumi di era ini sangat jauh berbeda dengan kondisi bumi saat ini. Di buku ini bumi memiliki langit kuning, angin musiman yang merugikan, hingga jenis makanan yang dikonsumsi manusia. Bahan makanan segar menjadi langka dan menjadi barang mewah. 

Terdengar menyedihkan, namun Indonesia di buku ini yang namanya sudah menjadi Nuswanteirra, sudah memiliki ilmuwan hebat lho, hingga kita bisa menambang intan di Neptunus, menciptakan kota layang-layang yang dideskripsikan memang bisa melayang, dan juga yang tak kalah penting yaitu rekayasa genetika manusia yang memungkinkan seorang anak terlahir dengan kemampuan khusus dan tahan serangan virus dan dilahirkan melalui rahim kaca yang tentu saja tidak menyebabkan rasa sakit pada sang ibu. Namun semua ini ternyata menyebabkan masalah, yaitu munculnya rasisme jenis baru yang membedakan anak yang dilahirkan dari rahim secara alami (disebut rahim asli) dan anak yang dilahirkan melalui teknologi canggih tersebut (disebut rahim kaca). Tokoh utama kita tentu aja manusia rahim asli yang menjadi bahan olok-olokan di sekolahnya dan menganggap sekolah sebagai neraka.

Menurutku buku ini seru banget. Aku bisa menyelesaikan audiobook sepanjang 7 jam dalam sehari (kebetulan pas libur) tanpa merasa ingin mendengarkan audiobook yang lain (mungkin karena mood lagi support dengan jenis cerita kayak gini juga ya). Banyak hal yang diangkat oleh buku ini seperti bagaimana bumi berubah karena aksi manusia yang memberi akibat pada manusia juga, bagaimana sistem pertahanan yang terlalu kuat dan canggih menciptakan masalah lain bagi manusia, dan bagaimana sifat dasar manusia untuk merasakan dan bereaksi dengan gerak tubuh harus dihindari karena bisa mengakibatkan bahaya. Dalam buku ini juga diangkat topik mengenai kekuatan dan kekuasaan yang mengalahkan segalanya, hingga hal yang ditujukan untuk kehidupan yang lebih baik dimusnahkan begitu saja.

Buku ini kayak pencerminan apapun yang terjadi di masa sekarang namun ditarik hingga ke titik ekstrim dengan setting jauh di masa depan. Waktu tahu kalau banyak hewan dan tumbuhan sudah punah dan udara di bumi sangat tidak aman dihirup manusia, reaksiku mirip kayak waktu denger chorus part Maison : save my home in the jungle, save my home in the polar, protect my maison, please someone fight for us. Sedih. Ingin nangis. 

Huhuhu.

Ima sebagai tokoh utama ini menurutku lebih berpikiran kayak orang-orang dari jaman ini atau jaman sebelumnya (mungkin karena kesukaannya terhadap sejarah). Kemampuannya untuk menghafal nama-nama latin tanaman that are no longer existing in their place dan juga istilah jaman dulu ini membuatku kagum. Seorang anak yang dilahirkan di tengah-tengah teknologi canggih sangat menyukai hal-hal dari masa lalu dan menghargainya, seperti mengenakan pakaian tradisional dari ribuan tahun lalu untuk event di sekolahnya. Saat melihat anak laki-laki mengenakan konde, dia merasa aneh, karena sesuai yang dia pelajari dalam sejarah, konde hanya digunakan untuk perempuan di masa lalu.  

Selain itu, ada banyak ilmu pengetahuan seperti biologi dan sejarah yang disematkan dalam cerita ini karena salah satu setting ceritanya mostly at school. Cara belajar yang menarik dengan peralatan yang jauh berbeda, membuatku ingin mencoba yang namanya kelereng muntah buku, hahaha.

Keren banget.

Hal yang kurang sreg menurutku ada satu teknologi yang diletakkan di pinggir jalan, yang fungsinya mengkarantina orang-orang yang diduga terkena penyakit gila, ternyata bisa diakses siapapun termasuk anak sekolah. Berbahaya juga karena gak bisa dibuka dari dalem.

Oh iya, dari sisi audiobook, naratornya seru karena nyanyi juga di audiobook ini, hihihi. Yang bikin agak bingung mungkin karena beliau menyuarakan semua karakter dengan suara yang sama, jadi kamu harus berkonsentrasi siapa yang ngomong duluan kalau pas scene percakapan.

Karena banyaknya topik menarik yang diangkat, maka dalam 7 jam audiobook, banyak hal yang kurang dieksplor dan menjadi open ending. Hal ini buatku gak masalah juga sih, karena tetep aja buku ini membuatku kepikiran tentang masa depan umat manusia, terkait dengan teknologi dan dampaknya pada bumi. Berharap ada lanjutannya juga, karena sejujurnya aku pengen tahu gimana di dalam bumi berlangit kuning ini, orang-orang di dalamnya melakukan hal-hal yang mungkin gak pernah aku pikirkan sebelumnya.

Overall, buku ini tercipta buat kamu yang lagi dalam mood dystopia atau mood kehancuran bumi atau mood sci-fi tapi pengen baca yang Bahasa Indonesia aja dari penulis Indonesia.

Gimana dengan kamu? Udah pernah baca atau dengerin buku ini? Ceritain dong gimana pendapatmu tentang buku ini.

0 Comments

don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!

Note: only a member of this blog may post a comment.